MAKALAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
FILSAFAT PANCASILA
Dosen
Pengampu : Dr. Hj. Budi Setiawati, Dra, M.Si
DISUSUN OLEH :
Elvin Tyas
Tamara (217.057.20201.2646)
Mahfuzah Hairina (217.057.20201.2698)
Nurjanah (217.057.20201.2658)
Nur Indah Sari (217.057.20201.2884)
Sari (217.057.20201.2654)
PROGRAM
STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
SEKOLAH
TINGGI ILMU ADMINISTRASI
TABALONG
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas
pembuatan makalah ini guna melengkapi tugas yang diberikan oleh Ibu Dr. Hj. Budi
Setiawati, Dra, M.Si, yaitu Dosen Pengampu Mata Kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan di STIA Tabalong. Di samping itu, kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Makalah ini berisi materi
tentang “Filsafat
Pancasila”. Di mana disini akan dijabarkan penjelasan tentang filsafat Pancasila yang
memiliki sejumlah konteks pemakaian baik sebagai pandangan hidup maupun sebagai
kebijaksanaan hidup, berikut uraian-uraian yang
berkaitan. Tujuan pembuatan
makalah ini seperti sudah disebutkan diatas adalah untuk menyelesaikan tugas Pendidikan Kewarganegaraan. Di samping
itu juga dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman para pembaca
guna mendapatkan wawasan tentang filsafat Pancasila.
Dari hati yang
terdalam, kami mengutarakan
permintaan maaf atas kekurangan dalam makalah ini, karena kami tahu makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kami berharap
kritikan, saran, dan masukan yang membangun dari pembaca guna penyempurnaannya
ke depan. Akhir kata kami ucapkan
terimakasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat sesuai dengan fungsinya.
Tanjung, Oktober 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR....................................................................................... ... i
DAFTAR
ISI....................................................................................................... .. ii
BAB
I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar
Belakang........................................................................................... 1
B. Tujuan........................................................................................................ 2
C. Rumusan
Masalah...................................................................................... 3
BAB
II KAJIAN PUSTAKA.............................................................................. 4
A. Pengertian
Filsafat..................................................................................... 4
B. Pengertian
Pancasila.................................................................................. 5
C. Pengertian
Filsafat Pancasila..................................................................... 5
D. Pengertian
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat............................................ 6
BAB
III TEORI PEMBAHASAN....................................................................... 7
A. Karakteristik Sistem Filsafat Pancasila...................................................... 7
1. Aspek Ontologis Pancasila.................................................................... 7
2. Aspek Epistemologis Pancasila............................................................. 8
3. Aspek Aksiologis Pancasila................................................................ 10
B. Hakekat
Sila-Sila Pancasila...................................................................... 11
C. Kesatuan Sila-Sila
Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat.................... 12
1. Kesatuan Sila-Sila............................................................................... 12
2. Hubungan Kesatuan Sila-Sila............................................................. 13
3.
Kelima
Sila Pancasila Merupakan Satu Kesatuan............................... 14
BAB
IV PENUTUP............................................................................................ 16
A. Kesimpulan.............................................................................................. 16
B. Saran....................................................................................................... 16
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................... 17
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagai dasar
dan pandangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila kembali diuji ketahanannya
dalam era reformasi sekarang. Merekahnya matahari bulan Juni 1945, 67 tahun
yang lalu disambut dengan lahirnya sebuah peristiwa yang sangat bersejarah bagi
bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila.
Sebagai filsafat
negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan
karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan pedoman bagi segenap
bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam
memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan
berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia
sehari-hari, serta menjadi dasar sekaligus filsafat negara Republik Indonesia.
Pancasila telah
ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia. Pancasila lahir 1 Juni
1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan
ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu,
Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga,
Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Sejarah
Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr.
Mohammad Yamin, Prof. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa
Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan krisis politik di
negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu
mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang
toleransi. Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat
mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain
yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan
diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai
dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia,
selain itu, ideologi kediktatoran juga ditolak, karena bangsa Indonesia dikenal
sebagai bangsa yang berprikemanusiaan dan berusaha untuk berbudi luhur. Dengan
demikian bahwa filsafat Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia yang
harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati,
menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para
pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan
negara Indonesia ini.
Rumusan Pancasila dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke
empat merupakan landasan yuridis yang tidak dapat diubah, alasannya adalah
pancasila merupakan falsafah hidup dan perjanjian luhur bangsa Indonesia.
Sebagai falsafah hidup dan kepribadian bangsa Pancasila diyakini memiliki
rumusan yang paling tepat. Oleh karena itu, kami menulis makalah berjudul
”Filsafat Pancasila” selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan juga untuk menambah nasionalisme pembaca, mengingat
nasionalisme warga negara Indonesia akhir-akhir ini yang semakin luntur.
Sehingga kami harapkan apa yang kami sampaikan dapat menjiwai setiap tingkah
laku dan kepribadian pembaca.
B. TUJUAN
Tujuan
dari penyusunan makalah ini antara lain, yaitu :
1. Untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Sebagai
sarana untuk menambah pengetahuan tentang Pancasila dari aspek filsafat.
3. Sebagai
bahan kajian bagi para mahasiswa mengenai peranan ideologi Pancasila sebagai
dasar filsafat bangsa dan Negara Indonesia.
4. Sebagai
kajian untuk mengetahui fungsi dan peranan filsafat Pancasila dalam kehidupan
bangsa Indonesia.
5. Sebagai
sarana untuk memahami filsafat Pancasila sebagai falsafah Negara Indonesia.
C. RUMUSAN MASALAH
Dengan memperhatikan ulasan singkat latar belakang
di atas, maka dapat disusunlah rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah
sebenarnya filsafat Pancasila tersebut, dan bagaimana pancasila tersebut muncul
sebagai ideologi bangsa Indonesia?
2. Apakah
fungsi dari filsafat Pancasila tersebut bagi bangsa dan Negara Indonesia?
3. Apakah
yang menjadi bukti bahwa ideologi Pancasila menjadi dasar dari filsafat Negara
Indonesia?
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A. PENGERTIAN FILSAFAT
Secara etimologis istilah ”filsafat“ atau dalam
bahasa Inggrisnya “philosophi” adalah
berasal dari bahasa Yunani “philosophia”
yang secara lazim diterjemahkan sebagai “cinta kearifan” kata philosophia tersebut berasal dari kata “philos” (pilia, cinta) dan “sophia” (kearifan). Berdasarkan pengertian bahasa tersebut filsafat berarti
cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga berarti “wisdom” atau kebijaksanaan sehingga filsafat bisa juga berarti
cinta kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata
tersebut maka mempelajari filsafat berarti merupakan upaya manusia untuk
mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup
yang bermanfaat bagi peradaban manusia.
Sesungguhnya nilai ajaran filsafat telah berkembang,
terutama di wilayah Timur Tengah sejak sekitar 6000-600 SM; juga di Mesir dan
sekitar sungai Tigris dan Eufrat sekitar 5000-1000 sM; daerah Palestina/Israel
sebagai doktrine Yahudi sekitar 4000-1000 SM (Radhakrishnan, et al. 1953: 11;
Avey 1961:3-7). Juga di India sekitar 3000-1000 SM, sebagaimana juga di China
sekitar 3000-500 SM. Nilai filsafat berwujud kebenaran sedalam-dalamnya,
bersifat fundamental, universal dan hakiki, karenanya dijadikan filsafat hidup
oleh pemikir dan penganutnya.
Pada umunya
terdapat dua pengertian filsafat, yaitu filsafat dalam arti proses, dan
filsafat dalam arti produk atau hasil. Pancasila dapat di golongkan sebagai
filsafat dalam arti produk, filsafat pancasila sebagai pandangan hidup maupun
filsafat pancasila dalam arti praktis. Oleh karena itu, berarti pancasila
memiliki fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam bersikap,
bertingkah laku, dan perbuatan dalam kehidupan sehari hari dalam kehidupan
bermasyarakat maupun bernegara di manapun mereka berada.
B. PENGERTIAN PANCASILA
Pancasila merupakan salah satu filsafat yang
merupakan hasil dari pencerminan nilai-nilai luhur dan budaya bangsa indonesia
yang terkandung 5 isi di dalamnya, yaitu satu, ketuhanan yang maha esa. Dua,
kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, persatuan indonesia. Empat, kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebikjasanaan dan permusayawaratan/perwakilan. Lima,
keadilan bagi seluruh rakyat indonesia.
Secara historis pancasila muncul pada tanggal 01
Juni 1945 yang pada saat itu presiden Ir. Soekarno berpidato tanpa teks
mengenai rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara. Kemudian, Pada tanggal 17
Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, keesokan harinya 18
Agustus 1945 disahkanlah UUD 1945 termasuk Pembukaannya dimana didalamnya
terdapat rumusan lima Prinsip sebagai Dasar Negara yang kemudian dikenal dengan
nama Pancasila.
Sejak saat itulah Pancasila menjadi Bahasa Indonesia
yang umum. Jadi walaupun pada Alinea 4 Pembukaan UUD 45 tidak termuat istilah
Pancasila namun yang dimaksud dasar Negara RI adalah disebut istilah Pancasila
hal ini didasarkan pada interprestasi (penjabaran) historis terutama dalam
rangka pembentukan Rumusan Dasar Negara.
C. PENGERTIAN FILSAFAT PANCASILA
Filsafat Pancasila secara umum adalah hasil
berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap,
dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai)
yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai
bagi bangsa Indonesia. Filsafat pancasila mempunyai tujuan yang sesuai dengan
dasar filsafat tersebut. Pancasila dengan dasar sebagai pandangan hidup bangsa
dan dasar filsafat negara, maka tujuan filsafat pancasila secara umum adalah
untuk menandingi filsafat komunis dan filsafat liberalis, tujuan ini berhasil
atau tidaknya tergantung dari ketangguhan pancasila yang di dukung oleh
penalaran kefilsafatan.
Tujuan khusus filsafat Pancasila yaitu untuk
memahami dan menjelaskan lima prinsip kehidupan manusia dalam bermasyarakat dan
bernegara, mengajukan kritik dan menilai prinsip tersebut, menemukan hakikatnya
secara manusiawi serta mengatur semuanya itu dalam bentuk yang sistematik
sebagai pandangan dunia.
D. PENGERTIAN PANCASILA SEBAGAI SISTEM
FILSAFAT
Pancasila yang terdiri dari atas lima sila pada
hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud dengan sistem adalah suatu
kesatuan bagian-bagian yang saling bekerja sama untuk satu tujuan tertentu dan
secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu
sila-sila pancasila setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu asa sendiri.
Dasar filsafat Negara Indonesia terdiri atas lima sila yang masing-masing
merupakan suatu asas peradaban. Sila-sila pancasila yang merupakan sistem
filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis. Antara sila-sila
pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling
mengkualifikasi. Secara demikian ini maka pancasila pada hakikatnya merupakan
sistem, dalam pengertian bahwa bagian sila-silanya saling berhubungan secara
erat hingga membentuk suatu struktur yang menyeluruh.
Pancasila sebagai suatu sistem juga dapat dipahami
dari pemikiran dasar yang terkandung dalam pancasila, yaitu pemikiran tentang
manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa dengan dirinya sendiri,
dengan sesama manusia, dengan masyarakat bangsa yang nilai-nilainya telah
dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian Pancasila merupakan suatu
sistem dalam pengertian kefilsafatan sebagaimana sistem filsafat lainnya antara
lain matrealisme, idealisme, rasioanlisme, liberalisme, sosialisme dan
sebagainya.
BAB III
TEORI PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK
SISTEM FILSAFAT PANCASILA
Sebagai filsafat,
Pancasila memiliki karakteristik sistem filsafat tersendiri yang berbeda dengan
filsafat lainnya, yaitu Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang
bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas).
1. Aspek
Ontologis Pancasila
Dasar-dasar
ontologis Pancasila menunjukkan secara jelas bahwa Pancasila itu benar-benar
ada dalam realitas dengan identitas dan entitas (satuan yang berwujud) yang
jelas. Melalui tinjauan filsafat, dasar ontologis Pancasila mengungkap status
istilah yang digunakan, isi dan susunan sila-sila, tata hubungan, serta
kedudukannya. Dasar ontologis Pancasila pada hakekatnya adalah manusia yang
memiliki hakekat mutlak mono-pluralis. Manusia Indonesia menjadi dasar adanya
Pancasila. Manusia Indonesia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara
ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat raga
dan jiwa, jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan
sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri
dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Pancasila amat
bergantung pada manusia Indonesia. Selain ditemukan adanya manusia Indonesia
sebagai pendukung pokok Pancasila, secara ontologis, realitas yang menjadikan
sifat-sifat melekat dan dimiliki Pancasila dapat diungkap sehingga identitas
dan entitas Pancasila itu menjadi sangat jelas. Jika ditinjau menurut sejarah
asal-usul pembentukannya, Pancasila memenuhi syarat sebagai dasar filsafat
negara. Ada empat macam sebab (causa)
yang menurut Notonagoro dapat digunakan untuk menetapkan Pancasila sebagai
Dasar Filsafat Negara, yaitu sebab berupa materi (causa material), sebab berupa bentuk (causa formalis), sebab berupa tujuan (causa finalis),dan sebab berupa asal mula karya (causa eficient).
Selanjutnya
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia memiliki susunan
lima sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan serta mempunyai sifat
dasar kesatuan yang mutlak yaitu berupa sifat kodrat monodualis, sebagai makhluk
individu sekaligus juga sebagai makluk sosial, serta kedudukannya sebagai
makluk pribadi yang berdiri sendiri juga sekaligus sebagai makhluk Tuhan.
Konsekuensinya segala aspek dalam penyelenggaraan negara diliputi oleh
nilai-nilai Pancasila yang merupakan
suatu kesatuan yang utuh yang memiliki sifat dasar yang mutlak berupa sifat
kodrat manusia yang monodualis tersebut.
Kemudian seluruh
nilai-nilai Pancasila tersebut menjadi dasar rangka dan jiwa bagi bangsa
Indonesia. Hal ini berarti bahwa dalam setiap aspek penyelenggaraan negara
harus dijabarkan dan bersumberkan pada nilai-nilai Pancasila, seperti bentuk
negara, sifat negara, tujuan negara, tugas dan kewajiban negara dan warga
negara, sistem hukum negara, moral negara dan segala aspek penyelenggaraan
negara lainnya. Hal yang sama juga berlaku dalam konteks negara Indonesia,
Pancasila adalah filsafat negara dan pendukung pokok negara adalah rakyat
(manusia).
2. Aspek
Epistemologis Pancasila
Epistemologis
Pancasila terkait dengan sumber dasar pengetahuan Pancasila. Eksistensi
Pancasila dibangun sebagai abstraksi dan penyederhanaan terhadap realitas yang
ada dalam masyarakat bangsa Indonesia dengan lingkungan yang heterogen,
multikultur, dan multietnik dengan cara menggali nilai-nilai yang memiliki
kemiripan dan kesamaan untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat bangsa
Indonesia.
Masalah-masalah
yang dihadapi menyangkut keinginan untuk mendapatkan pendidikan, kesejahteraan,
perdamaian, dan ketentraman. Pancasila itu lahir sebagai respon atau jawaban
atas keadaan yang terjadi dan dialami masyarakat bangsa Indonesia dan sekaligus
merupakan harapan. Diharapkan Pancasila menjadi cara yang efektif dalam
memecahkan kesulitan hidup yang dihadapi oleh masyarakat bangsa Indonesia.
Pancasila memiliki
kebenaran korespondensi dari aspek epistemologis sejauh sila-sila itu secara
praktis didukung oleh realita yang dialami dan dipraktekkan oleh manusia
Indonesia. Pengetahuan Pancasila bersumber pada manusia Indonesia dan
lingkungannya. Pancasila merupakan pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia
dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan negara
tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan.
Epistemologis sosial
Pancasila juga dicirikan dengan adanya upaya masyarakat bangsa Indonesia yang
berkeinginan untuk membebaskan diri menjadi bangsa merdeka, bersatu, berdaulat
dan berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab,
berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta ingin mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Sumber pengetahuan
Pancasila dapat ditelusuri melalui sejarah terbentuknya Pancasila. Akar
sila-sila Pancasila ada dan berpijak pada nilai serta budaya masyarakat bangsa
Indonesia. Nilai serta budaya masyarakat bangsa Indonesia yang dapat diungkap
mulai awal sejarah pada abad IV Masehi di samping diambil dari nilai asli
Indonesia juga diperkaya dengan dimasukkannya nilai dan budaya dari luar
Indonesia. Nilai-nilai dimaksud berasal dari agama Hindu, Budha, Islam, serta
nilai-nilai demokrasi yang dibawa dari Barat.
Berdasarkan
realitas yang demikian maka dapat dikatakan bahwa secara epistemologis
pengetahuan Pancasila bersumber pada nilai dan budaya tradisional dan modern,
budaya asli dan campuran. Selain itu, sumber historis itu, menurut tinjauan
epistemologis, Pancasila mengakui kebenaran pengetahuan yang bersumber dari
wahyu atau agama serta kebenaran yang bersumber pada akal pikiran manusia serta
kebenaran yang bersifat empiris berdasarkan pada pengalaman. Dengan sifatnya
yang demikian maka pengetahuan Pancasila mencerminkan adanya pemikiran
masyarakat tradisional dan modern.
3. Aspek
Aksiologis Pancasila
Aksiologi terkait
erat dengan penelaahan atas nilai. Dari aspek aksiologi, Pancasila tidak bisa
dilepaskan dari manusia Indonesia sebagai latar belakang, karena Pancasila
bukan nilai yang ada dengan sendirinya (given
value) melainkan nilai yang diciptakan (created
value) oleh manusia Indonesia. Nilai-nilai dalam Pancasila hanya bisa
dimengerti dengan mengenal manusia Indonesia dan latar belakangnya. Pancasila
mengandung nilai, baik intrinsik maupun ekstrinsik atau instrumental. Nilai
intrinsik Pancasila adalah hasil perpaduan antara nilai asli milik bangsa
Indonesia dan nilai yang diambil dari budaya luar Indonesia, baik yang diserap
pada saat Indonesia memasuki masa sejarah abad IV Masehi, masa imperialis,
maupun yang diambil oleh para kaum cendekiawan Soekarno, Muhammad Hatta, Ki
Hajar Dewantara, dan para pejuang kemerdekaan lainnya yang mengambil
nilai-nilai modern saat belajar ke negara Belanda.
Kekhasan nilai yang
melekat dalam Pancasila sebagai nilai intrinsik terletak pada diakuinya
nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial
sebagai satu kesatuan. Kekhasan ini yang membedakan Indonesia dari negara lain.
Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan
memiliki sifat umum universal. Karena sifatnya yang universal, maka nilai-nilai
itu tidak hanya milik manusia Indonesia, melainkan manusia seluruh dunia.
Pancasila sebagai nilai instrumental mengandung imperatif dan menjadi arah
bahwa dalam proses mewujudkan cita-cita
negara bangsa, seharusnya menyesuaikan dengan sifat-sifat yang ada dalam nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial.
Sebagai nilai
instrumental, Pancasila tidak hanya mencerminkan identitas manusia Indonesia,
melainkan juga berfungsi sebagai cara dalam mencapai tujuan, bahwa dalam
mewujudkan cita-cita negara, bangsa Indonesia menggunakan cara-cara yang
berketuhanan, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan, berkerakyatan
yang menghargai musyawarah dalam mencapai mufakat, dan berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Pancasila juga mencerminkan nilai realitas dan
idealitas. Pancasila mencerminkan nilai realitas, karena di dalam sila-sila
Pancasila berisi nilai yang sudah dipraktekkan dalam hidup sehari-hari oleh
bangsa Indonesia. Di samping mengandung nilai realitas, sila-sila Pancasila
berisi nilai-nilai idealitas, yaitu nilai yang diinginkan untuk dicapai.
Secara aksiologis,
bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subcriber of values Pancasila). Bangsa
Indonesia yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang
berkerakyatan dan yang berkeadilan sosial. Sebagai pendukung nilai, bangsa
Indonesia itulah yang menghargai, mengakui, menerima Pancasila sebagai sesuatu
yang bernilai. Pengakuan, penghargaan, dan penerimaan Pancasila sebagai sesuatu
yang bernilai itu akan tampak menggejala dalam sikap, tingkah laku, dan
perbuatan bangsa Indonesia. Kalau pengakuan, penerimaan atau penghargaan itu
telah menggejala dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan manusia dan bangsa
Indonesia, maka bangsa Indonesia dalam hal ini sekaligus adalah pengembannya
dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan manusia Indonesia.
B. HAKEKAT
SILA-SILA PANCASILA
Kata ‘hakekat’
dapat diartikan sebagai suatu inti yang terdalam dari segala sesuatu yang
terdiri dari sejumlah unsur tertentu dan yang mewujudkan sesuatu itu, sehingga
terpisah dengan sesuatu lain dan bersifat mutlak. Terkait dengan hakekat
sila-sila Pancasila, pengertian kata ‘hakekat’ dapat dipahami dalam tiga
kategori, yaitu :
1.
Hakekat
abstrak yang disebut juga sebagai hakekat jenis atau hakekat umum yang
mengandung unsur-unsur yang sama, tetap dan tidak berubah. Hakekat abstrak
sila-sila Pancasila menunjuk pada kata: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Menurut bentuknya, Pancasila terdiri atas kata-kata
dasar Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil yang dibubuhi awalan dan akhiran,
berupa ke dan an (sila I, II, IV, dan V), sedangkan yang satu berupa per dan an
(sila III).
2.
Hakekat
pribadi sebagai hakekat yang memiliki sifat khusus, artinya terikat kepada
barang sesuatu. Hakekat pribadi Pancasila menunjuk pada ciri-ciri khusus
sila-sila Pancasila yang ada pada bangsa Indonesia, yaitu adat istiadat,
nilai-nilai agama, nilai-nilai kebudayaan, sifat dan karakter yang melekat pada
bangsa Indonesia sehingga membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa yang lain
di dunia. Sifat-sifat dan ciri-ciri ini tetap melekat dan ada pada bangsa
Indonesia. Hakekat pribadi inilah yang realisasinya sering disebut sebagai
kepribadian, dan totalitas kongkritnya disebut kepribadian Pancasila.
3.
Hakekat
kongkrit yang bersifat nyata sebagaimana dalam kenyataannya. Hakekat kongkrit
Pancasila terletak pada fungsi Pancasila sebagai dasar filsafat negara. Dalam
realisasinya, Pancasila adalah pedoman praktis, yaitu dalam wujud pelaksanaan
praktis dalam kehidupan negara, bangsa dan negara Indonesia yang sesuai dengan
kenyataan sehari-hari, tempat, keadaan dan waktu. Dengan realisasi hakekat
kongkrit itu, pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan negara setiap hari bersifat
dinamis, antisipatif, dan sesuai dengan perkembangan waktu, keadaan, serta
perubahan jaman.
C. KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI SUATU
SISTEM FILSAFAT
Pancasila yang
berisi lima sila, menurut Notonagoro (1967: 32) merupakan satu kesatuan utuh.
Kesatuan sila-sila Pancasila tersebut, diuraikan sebagai berikut :
1. Kesatuan
Sila-Sila
Pancasila dalam
struktur yang bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal. Susunan secara
hirarkis mengandung pengertian bahwa sila-sila Pancasila memiliki tingkatan
berjenjang, yaitu sila yang ada di atas menjadi landasan sila yang ada di
bawahnya. Sila pertama melandasi sila kedua, sila kedua melandasi sila ketiga,
sila ketiga melandasi sila keempat, dan sila keempat melandasi sila kelima.
Dalam susunan
hirarkis dan piramidal, sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis kemanusiaan,
persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan sosial. Sebaliknya Ketuhanan Yang
Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, yang membangun, memelihara dan
mengembangkan persatuan Indonesia, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial.
Demikian selanjutnya, sehingga tiap-tiap sila di dalamnya mengandung sila-sila
lainnya.
Secara ontologis,
kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem yang bersifat hirarkis dan
berbentuk piramidal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, hkekat adanya
Tuhan adalah ada karena dirinya sendiri, Tuhan sebagai causa prima. Oleh karena
itu segala sesuatu yang ada termasuk manusia ada karena diciptakan Tuhan atau
manusia ada sebagai akibat adanya Tuhan (sila pertama). Adapun manusia adalah
sebagai subyek pendukung pokok negara, karena negara adalah lembaga
kemanusiaan, negara adalah sebagai persekutuan hidup bersama yang anggotanya
adalah manusia (sila kedua). Dengan demikian, negara adalah sebagai akibat
adanya manusia yang bersatu (sila ketiga). Selanjutnya terbentuklah persekutuan
hidup bersama yang disebut rakyat. Rakyat pada hakekatnya merupakan unsur
negara di samping wilayah dan pemerintah. Rakyat adalah totalitas
individu-individu dalam negara yang bersatu (sila keempat). Adapun keadilan
yang pada hakekatnya merupakan tujuan bersama atau keadilan sosial (sila
kelima) pada hakekatnya sebagai tujuan dari lembaga hidup bersama yang disebut
negara.
2. Hubungan
Kesatuan Sila-Sila
Pancasila yang
saling mengisi dan saling mengkualifikasi. Sila-sila Pancasila sebagai kesatuan
dapat dirumuskan pula dalam hubungannya saling mengisi atau mengkualifikasi
dalam kerangka hubungan hirarkis piramidal seperti di atas. Dalam rumusan ini,
tiap-tiap sila mengandung empat sila lainnya atau dikualifikasi oleh empat sila
lainnya. Untuk kelengkapan hubungan kesatuan keseluruhan sila-sila Pancasila
yang dipersatukan dengan rumusan hirarkis piramidal tersebut, berikut
disampaikan kesatuan sila-sila Pancasila yang saling mengisi dan saling
mengkualifikasi.
a.
Sila
pertama; Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan yang adil
dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia;
b.
Sila
kedua; kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusiaan yang ber-Ketuhanan
Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
c.
Sila
ketiga; persatuan Indonesia adalah persatuan yang ber-Ketuhanan YME,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia;
d.
Sila
keempat; kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, adalah kerakyatan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
e.
Sila
kelima; keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
3. Kelima
Sila Pancasila Merupakan Satu Kesatuan
Pancasila
susunannya adalah majemuk tunggal (merupakan satu kesatuan yang bersifat
organis), yaitu :
a.
Terdiri
dari bagian-bagian yang tidak terpisahkan.
b.
Masing-masing
bagian mempunyai fungsi dan kedudukan
tersendiri,
c.
Meskipun
berbeda tidak saling bertentangan,akan tetapi saling melengkapi,
d.
Bersatu
untuk mewujudkannya secara keseluruhan,
e.
Keseluruhan
membina bagian-bagian,
f.
Tidak
boleh satu silapun ditiadakan, melainkan merupakan satu kesatuan.
Bentuk susunannya
adalah hirarkis piramidal (kesatuan bertingkat dimana tiap sila dimuka sila
lainnya merupakan basis). Pancasila yang
bentuk susunannya hirarkis-piramidal adalah sebagai berikut :
a.
Sila
Pertama; meliputi dan menjiwai sila kedua, sila ketiga, sila keempat dan sila
kelima.
b.
Sila
Kedua : diliputi dan dijiwai sila
pertama, meliputi dan menjiwai sila ketiga, sila keempat dan sila kelima.
c.
Sila
Ketiga : diliputi dan dijiwai sila
pertama, sila kedua, meliputi sila keempat dan
sila kelima.
d.
Sila
Keempat: diliputi dan dijiwai sila pertama, sila kedua, sila ketiga dan
meliputi sila kelima.
e.
Sila
Kelima :
diliputi dan dijiwai oleh seluruh sila-sila.
BAB
IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan
bahwa filsafat Pancasila merupakan hasil pemikiran mendalam dari bangsa
Indonesia, yang dianggap, diyakini sebagai kenyataan nilai dan norma yang
paling benar, dan adil untuk melakukan kegiatan hidup berbangsa dan bernegara
di manapun mereka berada. Selain itu, filsafat Pancasila memiliki beragam
fungsi, diantaranya yaitu; sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila
sebagai dasar Negara Indonesia, pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia,
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, dan Pancasila sebagai sistem
ideologi nasional.
Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan
sungguh-sungguh. Sedangkan Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu
kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama antara sila
yang satu dengan sila yang lain untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan yang utuh yang mempunyai beberapa inti sila, nilai dan
landasan yang mendasar.
B. SARAN
Warganegara Indonesia merupakan sekumpulan orang
yang hidup dan tinggal di negara Indonesia. Oleh karena itu sebaiknya warga
negara Indonesia harus lebih meyakini atau mempercayai, menghormati, menghargai
menjaga, memahami dan melaksanakan segala hal yang telah dilakukan oleh para
pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa falsafah Pancasila adalah sebagai
dasar falsafah negara Indonesia. Sehingga kekacauan yang sekarang terjadi ini
dapat diatasi dan lebih memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara
Indonesia ini.
DR.
Rukiyati. 2005. Pancasila Sebagai Filsafat Bangsa. Diakses hari Senin,
16 Oktober 2017 pukul 14:25 pada http://staff.uny.ac.id/sites/default/
files/pendidikan/Dr.%20Rukiyati,%20M.Hum/Materi%202%20-%20Pancasila%20sebagai%20Filsafat
% 20Bangsa.doc.
Rahmawati,
Ratna Fadilah. 2016. Makalah Pendidikan Pancasila : Pancasila Sebagai Sistem
Filsafat. Diakses hari Senin, 16 Oktober 2017 pukul 14:18 pada https://ratnafadilahrahmawati.files.wordpress.com/
2016/03/makalah-filsafat-pancasila.docx.
Rina.
2012. Makalah PKn : Filsafat Pancasila. Diakses hari Selasa, 17 Oktober
2017 pukul 13:22 pada https://rinastkip.wordpress.com/2012/12/19/
makalah-pkn-filsafat-pancasila.html.
Septian,
Ludi Darus. 2014. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat. Diakses hari
Selasa, 31 Oktober 2017 pukul 13:41 pada http://septianludy.blogspot.co.id/2014/07/pancasila-sebagai-sistem-filsafat-8.html.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar